Harinie semasa pulang dari JHC..mendengar ceramah daripada radio IKIM. Ustaz yang memberi kupasan tu sangat famous, tapi malam nie saya terlupa namanya. Ia menekankan tentang betapa pentingnya seorang manusia itu mempunyai sifat redha walau dalam apapun situasi =)
Beliau menceritakan kisah Urwah Ibnu Zubair..antara yang diceritakan ialah~
“Barangsiapa ingin melihat seseorang dari ahli Surga, hendaklah ia melihat ‘Urwah bin az-Zubair” (Abdul Malik bin Marwan)
Dan pada suatu tahun dari kekhilafahan al-Walid bin Abdul Malik (khalifah ke enam dari khalifah-khalifah Bani Umayyah, dan pada zamannya kekuasaan Islam mencapai puncaknya), Allah Azza wa Jalla berkehendak untuk menguji ‘Urwah bin az-Zubair dengan ujian yang berat, yang tidak akan ada orang yang mampu bertahan menghadapinya kecuali orang yang hatinya penuh dengan keimanan dan keyakinan.
Khalifah kaum muslimin mengundang ‘Urwah bin az-Zubair supaya mengunjunginya di Damaskus, lalu Urwah memenuhi undangan tersebut dan membawa serta putra tertuanya. Dan ketika sudah datang, Khalifah menyambutnya dengan sambutan yang hangat dan memuliakannya dengan penuh keagungan.
Namun saat di sana, Allah SWT berkehendak lain, tatkala putra ‘Urwah memasuki kandang kuda al-Walid untuk bermain-main dengan kuda-kudanya yang tangkas, lalu salah satu dari kuda itu menendangnya dengan keras hingga dia meninggal seketika.
Belum lama sang ayah yang bersedih menguburkan putranya, salah satu kakinya terkena tumor ganas (semacam kusta) yang dapat menjalar ke seluruh tubuh. Betisnya membengkak dan tumor itu dengan sangat cepat berkembang dan menjalar.
Karena itu, Khalifah memanggil para dokter dari segala penjuru untuk tamunya dan meminta mereka untuk mengobatinya dengan segala cara. Akan tetapi, para dokter sepakat bahwa tidak ada jalan lain untuk mengatasinya selain memotong betis ‘Urwah, sebelum tumor itu menjalar ke seluruh tubuhnya dan merenggut nyawanya. Maka, tidak ada alasan lagi untuk tidak menerima kenyataan itu.
Ketika dokter bedah datang untuk memotong betis ‘Urwah dan membawa peralatannya untuk membelah daging serta gergaji untuk memotong tulang, dia berkata kepada ‘Urwah, “Menurutku anda harus meminum sesuatu yang memabukkan supaya anda tidak merasa sakit ketika kaki anda dipotong.”
Maka Urwah berkata,
“O..tidak, itu tidak mungkin! Aku tidak akan menggunakan sesuatu yang haram terhadap kesembuhan yang aku harapkan.”
Maka dokter itu berkata lagi,
“Kalau begitu aku akan membius anda.”
Urwah berkata,
“Aku tidak ingin, kalau ada satu dari anggota badanku yang diambil sedangkan aku tidak merasakan sakitnya. Aku hanya mengharap pahala di sisi Allah atas hal ini.”
Ketika dokter bedah itu mulai memotong betis, datanglah beberapa orang tokoh kepada ‘Urwah,
maka ‘Urwah pun berkata,
“Untuk apa mereka datang?.”
Ada yang menjawab,
“Mereka didatangkan untuk memegang anda, barangkali anda merasakan sakit yang amat sangat, lalu anda menarik kaki anda dan akhirnya membahayakan anda sendiri.”
Lalu ‘Urwah berkata,
“Suruh mereka kembali. Aku tidak membutuhkan mereka dan berharap kalian merasa cukup dengan dzikir dan tasbih yang aku ucapkan.” K
emudian dokter mendekatinya dan memotong dagingnya dengan alat bedah, dan ketika sampai kepada tulang, dia meletakkan gergaji padanya dan mulai menggergajinya, sementara ‘Urwah membaca, “Lâ ilâha illallâh, wallâhu Akbar.” Dokter terus menggergaji, sedangkan ‘Urwah tak henti bertahlil dan bertakbir hingga akhirnya kaki itu buntung.
Kemudian dipanaskanlah minyak di dalam bejana besi, lalu kaki Urwah dicelupkan ke dalamnya untuk menghentikan darah yang keluar dan menutup luka. Ketika itulah, ‘Urwah pingsan sekian lama yang menghalanginya untuk membaca jatah membaca Kitab Allah pada hari itu. Dan itu adalah satu-satunya kebaikan (bacaan al-Qur’an) yang terlewati olehnya semenjak dia menginjak remaja.
Dan ketika siuman, ‘Urwah meminta potongan kakinya lalu mengelus-elus dengan tangannya dan menimang-nimangnya seraya berkata, “Sungguh, Demi Dzat Yang Mendorongku untuk mengajakmu berjalan di tengah malam menuju masjid, Dia Maha mengetahui bahwa aku tidak pernah sekalipun membawamu berjalan kepada hal yang haram.”
Kemudian dia mengucapkan bait-bait sya’ir karya Ma’n bin Aus,
Demi Engkau, aku tidak pernah menginjakkan telapak tanganku pada sesuatu yang meragukan
Kakiku tidak pernah mengajakku untuk melakukan kekejian
Telinga dan mataku tidak pernah menggiringku kepadanya
Pendapatku dan akalku tidak pernah menunjuk kepadanya
Ketahuilah, sesungguhnya tidaklah musibah menimpaku sepanjang masa melainkan ia telah menimpa orang sebelumku
Al-Walid bin Abdul Malik benar-benar merasa sedih terhadap musibah yang menimpa tamu agungnya. Dia kehilangan putranya, lalu dalam beberapa hari kehilangan kakinya pula, maka al-Walid tidak bosan-bosan menjenguknya dan mensugestinya untuk bersabar terhadap musibah yang dialaminya.
Ketika ‘Urwah diangkut ke Madinah dan dipertemukan dengan keluarganya, dia mendahului mereka dengan ucapan,
“Jangan kalian merasa ngeri terhadap apa yang kalian lihat. Allah ‘Azza wa Jalla telah menganugerahuiku empat orang anak, lalu mengambil satu di antara mereka dan masih menyisakan tiga orang lagi. Segala puji hanya untuk-Nya.
Dan Dia memberiku empat anggota badan, kemudian Dia mengambil satu darinya dan menyisakan tiga untukku, maka segala puji bagi-Nya. Dan demi Allah, Jika pun Dia telah mengambil sedikit dariku namun telah memberikan banyak untukku. Dan jika pun Dia mengujiku satu kali namun Dia telah mengurniakanku kesehatan berkali-kali.”
Ketika penduduk Madinah mengetahui kedatangan imam dan orang ‘alim mereka, ‘Urwah bin az-Zubair, mereka berbondong-bondong datang ke rumahnya untuk menghibur dan menjenguknya.
Di antara untaian kata ta’ziah yang paling berkesan adalah perkataan Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah kepadanya,
“Bergembiralah wahai Abu Abdillah! salah satu anggota badan dan anakmu telah mendahuluimu menuju surga dan yang keseluruhannya akan mengikuti yang sebagiannya itu, insya Allah Ta’ala. Sungguh, Allah telah menyisakan sesuatu darimu untuk kami yang sangat kami butuhkan dan perlukan, yaitu ilmu, fiqih dan pendapat anda. Mudah-mudahan Allah menjadikan hal itu bermanfaat bagimu dan kami. Allah lah Dzat Yang Maha menanggung pahala untukmu dan Yang menjamin balasan kebaikan amalmu.”
============================================================
Subhanallah~ Lihatlah keimanan Urwah Ibnu Zubair~ begitu berat ujian yang Allah lemparkan, tetapi dia tidak sedikit pun menyalahi takdir, malah terus memuji kekuasaan Allah. Subhanallah~
Jadinya sahabat-sahabat, jadikanlah keimanan yang ada pada urwah ini sebagai contoh teladan & motivasi kita seharian ok =)
Beliau menceritakan kisah Urwah Ibnu Zubair..antara yang diceritakan ialah~
“Barangsiapa ingin melihat seseorang dari ahli Surga, hendaklah ia melihat ‘Urwah bin az-Zubair” (Abdul Malik bin Marwan)
Dan pada suatu tahun dari kekhilafahan al-Walid bin Abdul Malik (khalifah ke enam dari khalifah-khalifah Bani Umayyah, dan pada zamannya kekuasaan Islam mencapai puncaknya), Allah Azza wa Jalla berkehendak untuk menguji ‘Urwah bin az-Zubair dengan ujian yang berat, yang tidak akan ada orang yang mampu bertahan menghadapinya kecuali orang yang hatinya penuh dengan keimanan dan keyakinan.
Khalifah kaum muslimin mengundang ‘Urwah bin az-Zubair supaya mengunjunginya di Damaskus, lalu Urwah memenuhi undangan tersebut dan membawa serta putra tertuanya. Dan ketika sudah datang, Khalifah menyambutnya dengan sambutan yang hangat dan memuliakannya dengan penuh keagungan.
Namun saat di sana, Allah SWT berkehendak lain, tatkala putra ‘Urwah memasuki kandang kuda al-Walid untuk bermain-main dengan kuda-kudanya yang tangkas, lalu salah satu dari kuda itu menendangnya dengan keras hingga dia meninggal seketika.
Belum lama sang ayah yang bersedih menguburkan putranya, salah satu kakinya terkena tumor ganas (semacam kusta) yang dapat menjalar ke seluruh tubuh. Betisnya membengkak dan tumor itu dengan sangat cepat berkembang dan menjalar.
Karena itu, Khalifah memanggil para dokter dari segala penjuru untuk tamunya dan meminta mereka untuk mengobatinya dengan segala cara. Akan tetapi, para dokter sepakat bahwa tidak ada jalan lain untuk mengatasinya selain memotong betis ‘Urwah, sebelum tumor itu menjalar ke seluruh tubuhnya dan merenggut nyawanya. Maka, tidak ada alasan lagi untuk tidak menerima kenyataan itu.
Ketika dokter bedah datang untuk memotong betis ‘Urwah dan membawa peralatannya untuk membelah daging serta gergaji untuk memotong tulang, dia berkata kepada ‘Urwah, “Menurutku anda harus meminum sesuatu yang memabukkan supaya anda tidak merasa sakit ketika kaki anda dipotong.”
Maka Urwah berkata,
“O..tidak, itu tidak mungkin! Aku tidak akan menggunakan sesuatu yang haram terhadap kesembuhan yang aku harapkan.”
Maka dokter itu berkata lagi,
“Kalau begitu aku akan membius anda.”
Urwah berkata,
“Aku tidak ingin, kalau ada satu dari anggota badanku yang diambil sedangkan aku tidak merasakan sakitnya. Aku hanya mengharap pahala di sisi Allah atas hal ini.”
Ketika dokter bedah itu mulai memotong betis, datanglah beberapa orang tokoh kepada ‘Urwah,
maka ‘Urwah pun berkata,
“Untuk apa mereka datang?.”
Ada yang menjawab,
“Mereka didatangkan untuk memegang anda, barangkali anda merasakan sakit yang amat sangat, lalu anda menarik kaki anda dan akhirnya membahayakan anda sendiri.”
Lalu ‘Urwah berkata,
“Suruh mereka kembali. Aku tidak membutuhkan mereka dan berharap kalian merasa cukup dengan dzikir dan tasbih yang aku ucapkan.” K
emudian dokter mendekatinya dan memotong dagingnya dengan alat bedah, dan ketika sampai kepada tulang, dia meletakkan gergaji padanya dan mulai menggergajinya, sementara ‘Urwah membaca, “Lâ ilâha illallâh, wallâhu Akbar.” Dokter terus menggergaji, sedangkan ‘Urwah tak henti bertahlil dan bertakbir hingga akhirnya kaki itu buntung.
Kemudian dipanaskanlah minyak di dalam bejana besi, lalu kaki Urwah dicelupkan ke dalamnya untuk menghentikan darah yang keluar dan menutup luka. Ketika itulah, ‘Urwah pingsan sekian lama yang menghalanginya untuk membaca jatah membaca Kitab Allah pada hari itu. Dan itu adalah satu-satunya kebaikan (bacaan al-Qur’an) yang terlewati olehnya semenjak dia menginjak remaja.
Dan ketika siuman, ‘Urwah meminta potongan kakinya lalu mengelus-elus dengan tangannya dan menimang-nimangnya seraya berkata, “Sungguh, Demi Dzat Yang Mendorongku untuk mengajakmu berjalan di tengah malam menuju masjid, Dia Maha mengetahui bahwa aku tidak pernah sekalipun membawamu berjalan kepada hal yang haram.”
Kemudian dia mengucapkan bait-bait sya’ir karya Ma’n bin Aus,
Demi Engkau, aku tidak pernah menginjakkan telapak tanganku pada sesuatu yang meragukan
Kakiku tidak pernah mengajakku untuk melakukan kekejian
Telinga dan mataku tidak pernah menggiringku kepadanya
Pendapatku dan akalku tidak pernah menunjuk kepadanya
Ketahuilah, sesungguhnya tidaklah musibah menimpaku sepanjang masa melainkan ia telah menimpa orang sebelumku
Al-Walid bin Abdul Malik benar-benar merasa sedih terhadap musibah yang menimpa tamu agungnya. Dia kehilangan putranya, lalu dalam beberapa hari kehilangan kakinya pula, maka al-Walid tidak bosan-bosan menjenguknya dan mensugestinya untuk bersabar terhadap musibah yang dialaminya.
Ketika ‘Urwah diangkut ke Madinah dan dipertemukan dengan keluarganya, dia mendahului mereka dengan ucapan,
“Jangan kalian merasa ngeri terhadap apa yang kalian lihat. Allah ‘Azza wa Jalla telah menganugerahuiku empat orang anak, lalu mengambil satu di antara mereka dan masih menyisakan tiga orang lagi. Segala puji hanya untuk-Nya.
Dan Dia memberiku empat anggota badan, kemudian Dia mengambil satu darinya dan menyisakan tiga untukku, maka segala puji bagi-Nya. Dan demi Allah, Jika pun Dia telah mengambil sedikit dariku namun telah memberikan banyak untukku. Dan jika pun Dia mengujiku satu kali namun Dia telah mengurniakanku kesehatan berkali-kali.”
Ketika penduduk Madinah mengetahui kedatangan imam dan orang ‘alim mereka, ‘Urwah bin az-Zubair, mereka berbondong-bondong datang ke rumahnya untuk menghibur dan menjenguknya.
Di antara untaian kata ta’ziah yang paling berkesan adalah perkataan Ibrahim bin Muhammad bin Thalhah kepadanya,
“Bergembiralah wahai Abu Abdillah! salah satu anggota badan dan anakmu telah mendahuluimu menuju surga dan yang keseluruhannya akan mengikuti yang sebagiannya itu, insya Allah Ta’ala. Sungguh, Allah telah menyisakan sesuatu darimu untuk kami yang sangat kami butuhkan dan perlukan, yaitu ilmu, fiqih dan pendapat anda. Mudah-mudahan Allah menjadikan hal itu bermanfaat bagimu dan kami. Allah lah Dzat Yang Maha menanggung pahala untukmu dan Yang menjamin balasan kebaikan amalmu.”
============================================================
Subhanallah~ Lihatlah keimanan Urwah Ibnu Zubair~ begitu berat ujian yang Allah lemparkan, tetapi dia tidak sedikit pun menyalahi takdir, malah terus memuji kekuasaan Allah. Subhanallah~
Jadinya sahabat-sahabat, jadikanlah keimanan yang ada pada urwah ini sebagai contoh teladan & motivasi kita seharian ok =)
No comments:
Post a Comment